Ribuan pengalaman fafurwar
Saya mau mulai dari
mana ya! Ada banyak cerita yang ingin saya bagi kepada kalian para pembaca.
Ehmmm kalau begitu kita
mulai cerita ini dari pengumuman kelulusanku pada program ini. Antara percaya
dan tidak saya lulus pada salah satu program yang untuk wilaya tempat saya
mendaftar merupakan program yang begitu banyak peminatnya. Semula pendaftar ±
2000, setelah penyeleksian berkas-berkas yang dikirim peserta yang dinyatakan
berhak lanjut pada tahap berikutnya ± 1000, dan pada akhirnya setelah melewati
tahap seleksi online dan wawancara hanya 263 yang 100% dinyatakan lulus dan
berhak mengikuti semua rangkaian kegiatan yang sudah disusun jauh-jauh hari
oleh pengelolah program ini khususnya LPTK UNM sebagai tempat saya mendaftar.
Ada dua rangkaian kegiatan yang mesti kami ikuti sebelum kami benar-benar
dikirim sebagai sarjana mendidika di daerah 3t – indoor dan outdoor. 2 agustus,
kami mulai masuk asrama untuk mengikuti kedua rangkaian tersebut. Kegiatan awal
yakni indoor dilaksanakan di kampus dan gedung phinisi dan aula lamacca sebagai
tempat menerima materi pembelajaran pengajaran yang mungkin saja akan kami
temukan nanti ketika sudah berada pada lokasi pengabdian. Dan yang kedua
dilanjutkan dengan kegiatan indoor, yap sebagaian dari kalian para pembaca
seperti apa biasanya kegiatan outdoor itu. Pada kegiatan tersebut kami
diajarkan bagaimana caranya bertahan hidup dalam kondisi yang semuanya hanya
ada di hutam. Namun karena basic saya pramuka dan sudah kerap mengitkui
kegiatan seperti itu jadi saya sudah sedikit tahu bagaimana caranya. Tetapi
dari kegiatan itu saya tetap mendapatkan beberapa pelajaran yang belum saya
ketahui. Kalian tahu bahwa seberapa sering kita mengikuti kegitan seperti itu
pasti kan tetap ada pengetahuan tambahan yang didapat sebab ada berbagai
pemateri dengan cara pengajaran yang berbeda dan penyajian materi yang beda
yang ditemuka. So, jangan pernah menganggap remeh setiap kegiatan yang kalian
ikuti walaupun sudah beberapa kali.
Hmmm sorry ya panjang
lebar membahas hal yang kurang penting itu. Kita kembali ke pokok utama.
Informasi penempatan diberikan pada kegiatan indoor di wisma pada malam hari.
Saat itu saya tengah kembali dari ruang makan menuju ke kamar, namun melihat
beberapa panitia menempelkan informasi saya penasaran dan tinggal untuk membaca
beberapa lembaran kertas yang sudah lebih dulu di temple. Wahhh itu informasi
penempatan. Kucari namaku dari puluhan deretan nama tetapi tak kutemukan di
lokasi Mahakam ulu. saya berpindah ke lokasi yang sangat ingin saya tempati
yakni berau, hmmm lagi-lagi nihil. Sedikit kecewa dan semakin penasaran.
Kira-kira saya akan ditempatkan dimana? Teman-teman yang lain sudah pada
bersorak membuat keributan diruangan setelah panitia mengumukan bahwa
penempatan sudah ditempel. Saya berpindah ke tempat yang lain dimana ada
beberapa lembar tertempel disitu dan yaaaaa kutemukan namaku di baris ke
delapan pada lokasi teluk bintuni. Teluk bintu? Jujur baru kali ini saya
mendengarnya, teluk bintu yang terletak pada provinsi papua barat. Lagi-lagi
saya harus jujur bahwa pada saat itu jantung saya berdebar lumayan cepat
seperti habis berlari 3 putaran di lapangan tenis pasca seperti yang kerap kami
lakukan setiap sabtu di ukm pramuka unm. Rasa sedih dan kecewa juga
menghampiri, rasa penasaranpun tak luput sebab kata “papua” sendiri ditelingaku
sedikit menyeramkan dengan lokasi yang sering saya lihat di TV-TV. Rumah-rumah
yang hanya beratapkan jerami, di hutan-hutan, menangkap makanan di rawa,rawa,
makan sagu dan singkong, serta penyakit malaria yang begitu terkenal dan
menakutkan. Hemmm mau bagaimana lagi, siap tidak siap ya kita harus siap, kan
memang itu tujuan dari program ini. Mengirim ke daerah yang begitu membutuhkan tenaga
pendidik di lokasinya.
Kami bertolak dari
bandara hasanuddin Makassar pada jumat tanggal 21 agustus pukul 02.30 wita dan
tiba di banda rendani manokowari pukul 06.00 wit. Perjalanan dipesawat tidak
begitu kami nikmati sebab berangkat subuh, situasi begitu gelap serta rasa
kantuk yang menderai sejak kami berada dari pukul 22.00 wita 20 agustus. Agar
teratur dank arena ada begitu banyak barang yang akan dibagasikan, makanya kami
dating lebih awal. Untuk lokasi teluk bintu sendiri akan dikirim 40 orang sarjana,
diantaranya perempuan sebanyak 30 dan laki-laki sebanyak 10 orang. 10 orang ini
benar-benar luar biasa buat kami, sebab harus menjaga 30 perempuan yang jelas
memiliki karakter yang berbeda-beda.
Hahaha memang karakter
kami berbeda-beda dan unik-unik dan itu kuketahui sejak kami hidup bersama di
mes pendidikan teluk bintu libur semester ganjil yang buatku sendiri bukan
cukup lama tetapi sangat lama. Untuk cerita liburan itu sendiri nanti ya! Masi
banyak yang ingin saya cerita sebelumnya.
Kembali di bandara
rendani manokowari, kami disambut oleh korkab teluk bintuni angkatan IV dan
korkab teluk bintu angkatan I dan beberapa lagi. Kalian pasti bingung, kenapa
bisa ada korkab angkatan I? kok bisa?
Apa dia kembali ke bintuni untuk jalan-jalan atau bagaimana. Hehehe ya bisa
saja kan? Semuanya bisa terjadi. Biar saya jelaskan sedikit ya bisa tidak
banyak Tanya dan pengandai-andainya yang muncul difikiran kalian. Pemerinta
baru-baru ini melaksanakan program penerimaan pegawa negeri sipil tenaga
pendidikan jalur khusus. Jalur khusus itu dikenal dengan jalur yang hanya bisa
dikuti oleh sarjana yang sudah menjalani program yang sama dengan kami yakni
SM3T kemudian lanjut ke PPG dan bergelarkan Gr. Korkab teluk bintuni angkatan I
itu salah satu perserta yang kembali memilih teluk bintuni sebagai lokasinya
untuk mengabdi.
Lelah dan diderai rasa
kantuk masih menyelimuti kami. Berharap perjalanan tinggal sebentar lagi dan
ternyata, hmmm perjalanan masih sangat jauhhhh. Mulai pagi dan kami tiba di
bintuni itu malam jam 7 wit. Selama perjalanan 2 kali kami kena palang, palang?
Ada apa ya? Kok kami kena palang? Apakah di papua juga ada preman-preman
seperti di drama-drama yang sering ditonton di TV yang kerap melakukan
pemalangan untuk melakukan hal-hal yang itulah. Ehehe tapi jangan takut dulu
ya! Pemalangan ini beda, dilakukan karena adanya perbaikan jalan dari
manokowari ke bintuni pada jam-jam tertentu selama sejam dan hal itu terjadi
dua kali. Jangan khawatir, dibalik itu, kami tetab menikmati perjalan yang
begitu indah. Sebelumnya pada siang hari kami sejenak singgah untuk mengisi
perut yang sudah kosong ini. Dan melanjutkan perjalanan yang masih jauh dan
melelahkan. Perjalanan yang walau belum aspal, masih berombak, namun
pemandangan yang di perlihatkan subhanallah indahnya. Memang kuasa tuahan itu
besar adanya. Diciptakannya dunia ini begitu indah. Pemandangan laut dari atas
gunung yang amazing bangetlah. Laut biru dan hijau begitu indah dan belum
terjamah oleh tangan-tengan yang hanya ingin menikmati saja namun tidak ingin
melestarikannya.
Laut yang indah dengan
beberapa rumah penduduk di pinggiran pantai serta pohon-pohon nyiur yang seakan
melambai-laiam mengatakan salam dan selamat dating kepada kami semakin membuat
kami tak lepas dari kata menakjubkan, cantiknya, bagunya, indahhhhhhh. Karena
memang lokasi yang sangat indah. Kerap terfikirkan dalam benakku “kalau saja
saya yang jadi kepala daerah disini? Kan kujadikan lokasi indah itu sebagai
objek wisata yang akan menarik wisatawan dari berbagai daerah bukan hanya raja
ampat. Lokasi ini juga memiliki daya Tarik yang menakjubkan yang dimiliki raja
ampat sebagai tempat wisata yang sangat terkenal di papua. Menurutku lokasi ini
juga tidak kalah indahnya loh, coba kapan-kapan kalian berkunjung ke teluk
bintu dan minta singgah ditempat itu kalian pasti takkan pernah kecewa.
Sopir-sopir mobil hilux yang merupakan kendaraan angkutan ke bintu karena
jalanan yang belum begitu mendukung untuk mobil-mobil versi kecil untuk
melewatinya pasti akan memberhentikan mobilnya dan mengizinkan kalian untuk
sejenak menikmati keindahan yang dimiliki tempat itu.
Tiba dibintuni kami
langsung beristirahat dipenginapan sementara yang disiapkan kepada kami sebab
mes pendidikan tak cukup buat kami yang berjumlah 40 dan angkatan 4 yang
berjumlah 25.
Pelepasan dan
penyambutan agkatan IV dan V dilaksanakan pada hari senin di aula serba guna
dinas pendidikan teluk bintuni. Bukan hanya lepas sambut saja, pada acara itu
juga kami langsung dibagikan lokasi tempat tugas dimana agar bisa sedikit berbagi
pengalaman kepada angkatan Iv yang memiliki penempatan yang sama. Namun
sayangnya, untuk lokasiku dan 2 orang kawanku Yusri S. Pd dan I Putu Yudhiana
Yasa sendirinya tak seorangpun dari angkatan 4 yang di tempat tugaskan di sana.
Hanya angkatan !-3 dan kembali kami angkatan 5. sedikit kebingungan menderai
ntah mau Tanya siapa. Jawaban yang selalu saya dapatkan setiap kali saya
bertanya pada beberpa orang yaitu mereka tidak begitu tahu lokasi itu dan
lokasinya jauh. Jauh??? Sepertinya sebab ketika mengantar teman-teman yang
berangkat lebih dulu dengan kami, saya beberapa kali ditanya warga untuk
penempatanku sendiri dan lagi-lagi balasan jawaban yang kudapat yakti
geleng-geleng kepala dan “ tempat jauh”.
Hingga akhirnya pada
hari jumat kami berangkat, menaiki kapal besar selama ± 3 jam samapi ke distri
yang namanya babo untuk sejenak beristirahat, makan serta ganti kendaraan.
Kapal besar tadi akan menuju sorong dan bukan pada jalaur yang kami lalui.
Selesai beristrahat sebentar, kami melanjutkan perjalan kembali ± 3 jam.
Dermaga aroba namanya. Dermaga yang begitu banyak hewan-hewan kecil pengerat
yang lebih menyebalkan dari nyemuka. Hewan-hewan kecil yang ketika menggit dan
menghisap darah, menimbulkan rasa gatal yang luar biasa hingga bentol-bentol
dan berwarnah merah. Kukenalkan dia, hewan tersebut bernama agas, mkhluk kecil
yang sekalin kita memakai masker kan tetap mencari cara untuk mengigit. Selama
1 jam saya berada di tempat itu karena masih menunggu angkutan selanjutnya
menuju lokasi yang sebenanrnya dan selama itu saya lumayan menderita. Maklum
baru kali ini saya menemukan kondisi seperti ini.
Fafurwar, lokasi yang
memang sangat jauh, 3 kali ganti kendaraan dengan jalur yang beda-beda,
melewati laut lepas, muara hingga hutan-hutan membuat saya bertanya-tanya.
Lokasiku sebenrnya seperti apa? Kenapa begitu jauh? Pukul 18.30 wit kami tiba
di perumahan smp dan disambut oleh gurur-guru yang bertugas disana. Ada 2 kakak
ggd yakni jalur khusus yang sebelumnya saya informasikan duduk di bale-bale
rumah. Bukan penyambutan yang luar biasa karena memang taka da informasi bahwa
kami kan dating. Bagaimana tidak, kami tak menemukan sebatangpun jaringan
dilokasi tersebut. Ketika kami sampai pun hanya penerangan lampu senter dan
lampu mobil yang kami tumpangi yang membuat cahaya. Yap itu juga alasan kenapa
jaringan tidak ada karena listrikpun juga itu.
Awal datang itu tak
begitu terasa menakutkan karena rasa lelah dan kantuk menyelimuti, jadi saya
memilih untuk beristirahat lebih awal. Hingga esok paginya saya terbangun dan
melihat kondisi sekitar. Beberapa gedung yang dikelilingi pohon-pohon tinggi
dan semak. Sekolah ini berada di tengah hutan. Ada ada satupun rumah berada
disekitarnya selain 2 rumah guru. Sunyi, sangat sunyi. Bagaimana bisa sekolah
mereka bangun ditengah hutan begini? Bagaimana dengan rumah warga? Sebelum
sampai disekolah memang saya melihat ada perkampungan yang jaraknya sekitar 2
kilo dari sekolah. Namun bagaimana mereka berangkat kesekolah yang berada di
tengah hutan ini?
Hari pertama berada
dilokasi ini, menciptakan sedikit kelucuan pada kami. Dingin yang menusuk kulit
begitu terasa. Sehingga membuat salah seorang teman saya semoat mengurungkan
niatnya untuk mandi. Ketik kembali dari sumber air yang jaraknya sekitar 300
meter membawa jergen dengan handuk yang masih di bahu berkata, belum ingin
mandi katanya dingin. Hahaha luculah, vidionyapun ada sebab pada hari pertama
itu saya membuat video untuk lokasi itu sendiri. Namun karena diomeli oleh kaka
ggd makanya dia kembali ke tempat mata air untuk mandi walau dingin. Kakak ggd
dan beberpa guru tak luput dari tawa melihat tingkahnya. Dan memang sich airnya
brrrr dinginnnn.
Waktu kini menunjukkan
pukul 07.00 wit. Siswa-siswi mulai berdatangan dari 2 arah. Ada malah lebih
pagi lagi datangnya, namanya matias ketika kutanyai dan biasanya dipanggil
mati. Mati! Nama yang menakutkan, kukatakan langsung kepadanya “ kalau boleh
kamu kupanggil tyas saja ya, mati sedikit menakutkan.” Dia tertawa mendengarku.
Itu perkenalan
pertamaku dengan penduduk di fafurwar walaupun sebenarnya dia bukan siswa saya,
sebab saya seorang sarjana guru sd yang di tugaskan di sd di kampusng fruata.
Hanya saja karena rumah yang akan saya tumpangi belum terbuka dan memang
pemiliknya belum kembali dari bintuni jadi untuk sementara waktu saya tinggal
bersama kedua teman saya dan beberapa guru-guru smp. Sebuah rumah yang untuk
sementara itu penghuninya 7 orang dan katanya masi ada 3 lagi yang belum
dating. 2 diantaranya masih menjalankan tugasnya sebagai cpns dalam kegiatan
prajabatan. Luar biasa memang, rumah kecil dengan sebuah ruang tamu, 2 kamar
3x3, 1 toilet, 1 ruang tengah dan dapur kecil akan ditinggali 10 orang guru.
Mau bagaimana lagi, sekolah yang letaknya 2 kilo paling dekat dengan kampong
memang hanya memiliki 2 rumah dinas guru dan satu diantaranya sudah ditempati
sepasang guru dengan 3 orang anak dan seorang keponakan.
Itu yang akan dirasakan
oleh kedua teman sejawat seperjuanganku dan begitupun saya hingga pemilik rumah
yang akan saya tumpangi kembali. Aktifitas wajib yang dilakukan di smp ketika
pagi dan sore hari yaitu mengangkut air mengunakan jergen dengan berjalan kaki
sejauh 300 meter. Ya setidaknya dalam satu hari itu kami berjalan sejauh 1 km
paling sedikit. Itung-itung olahraga juga sich.
Beberapa di smp, yang
suasananya sunyi sebab ditengah hutan, membuat kami berinisiatif untuk
jalan-jalan melihat-lihat kampung. Sore itu kami berjalan menuju kampong
fruata. Kampong terdekat dengan berjalan kaki sejauh 2 km dengan kondisi jalan
kerikil, lembah-lembah dan menyeberangi sebuah sungai. Sekalian menyapa
beberapa penduduk yang kami temui, bertemu kepala distrik untuk melapor dan
berencana bertemu dengan kepala sekolah sebab selama seminggu tak seorangpun
dari guru dan juga kepala sekolahnya mengunjungiku pada mereka pasti sudah tahu
dari pegawai dinas yang mengantarku bahwa saya sudah tiba di tempat itu.
Untuk sementara hasil
berjalan kaki sore itu bertemu kepala sekolah nihil karena ketika bertemu
dengan kepala kampong katanya kepala sekolah saya belum juga muncul. Ketika dibintunipun
juga selama seminggu atau sekitar 4 hari setelah pengumuman penempatan, tak
seorangpun dari penempatan kami yang dating berkunjung walau hanya sekedar
bertegur sapa atau apakah seperti hamper semua teman-teman saya yang
penempatannya beda dengan saya.
Sebagian mereka ada
yang dikunjungi kepala sekolah, guru, warga kampong, kepala kampong atau
sekedar bertegur sapa melalui media komunikasi yaitu telepon. Namun kami beda,
beda dari yang lain. Makanya ketika berangkat ke fafurwar hanya kata jauh yang
pernah kami temukan mengenai lokasi itu. Kami pergi dengan informasi yang
kosong. Seperti anak yang baru lahir didunia yang belum tahu apa. Belum tahu
tempat yang ia tempati sekarang ini. Itulah yang kami rasakan dulu. Beribu
Tanya mendiami fikiran kami. Bagaimana lokasinya?
Karena tiba hari jumat,
jadi pada hari sabtu saya belum pergi mengajar, namun pada hari senin walaupun
kepala sekolah dan guru-guru tak ada yang mengunjungiku tetap saya berangkat
kesekolah diantar salah seorang guru smp yang tidak memiliki jam pelajaran
dihari itu. Yap diantar, saya diantyar dengan berjalan kaki sejauh 2 kilometer
melewati lembah-lembah dan hutan. Hamper sebulan saya jalani hari-hari seperti
itu dengan pengantar yang berneda-beda terkadang diantar oleh teman-teman seperjuangan
sm3t. hingga akhirnya kepala sekolah dating hamper sebulan lamanya.
Awalnya karena belum
tahu situasi sekolah bagaiman dan sesuai dengan yang sering saya dapatkan dan
pelajari bahwa seorang guru sekolah dasar yang basicnya wali kelas itu mengajarkan
5 mata pelajaran pokok. Diantaranya, matematika, ipa, ips, bahasa Indonesia dan
pkn. Namun disekolah ini beda.
Pada hari pertama saya
masuk, guru-guru langsung saja mengarahkan saya untuk mengajar kelas 5 yang
sudah beberapa minggu masuk namun tidak ada yang mengajar mereka. Masing-masing
guru sudah memegang kendali kelas lain, I, II, II, IV dan VI. Tanpa memberikan
informasi tentang seputar sekolah. Lagian juga selama masuk belum pernah
diadakan rapat serta penentuan wali kelas dan jadwal pelajaran.
Ketika kepala sekolah dating
bulan 9 tepatnya beberapa hari sebelum hari raya idul adha, diadakan rapat
sekolah. Penentuan jadwal pelajaran dan wali kelas. Untuk saya sendiri tetap
memegang kelas 5 sebab sudah terlanjur mengajari mereka sebulan lamanya. Akan
sulit jika terdapat perubahan lagi. Pada saat itupun saya tahu bahwa ternyata
SD YPPK St. Paulus Fruata ini menganut system sekolah terpadu dengan 2 mata
pelajaran pokok yang diajarkan oleh guru mata pelajaran. Matematika dan ipa
diambil alih oleh guru yang memang sudah ditentukan. Heran memang, tapi katanya
itu sudah kebijakan dari dinas. 2 orang tersebut merupakan seorang guru, orang
papua asli yang mendapat kesempatan mengikuti program yang dilaksnakan
pemerintah daerahnya yang dikirim ke luar pulau untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih mumpuni di universitas. Mereka alumni upi bandung lulusan tahun 2013
lalu.
Dengan itu, mata
pelajaran yang saya ajarkan hanya 3. Bahasa Indonesia, ips dan pkn dengan jam
pelajaran yang begitu singkat. Dengan itu saya hanya berangkat kesekolah 3 kali
seminggu senin sampai rabu saja katanya kepala sekolah. Tidak usah repot-repot
dating setiap hari soalnya melihat dari situasi dan kondisi juga. Hari ketiga
bertemu kepala sekolah tepatnya pada tanggal 22 september 2015 saya meminta
izin untuk melaksanakan ibadah shalat idhul adha di kabupaten fakfak yang
letaknya lebih dekat ketimbang harus ke ibukota kecamatan yaitu bintuni.
Izinpun saya kantongi
selama seminggu. Berkunjung ke fak-fak bersama guru-guru smp yang beragama
islam merupakan rezky serta merupakan keberuntungan menurut saya. Kenapa tidak?
Tidak semua teman-teman bisa berkunjung ke fak-fak kabupatena tetanggga. Memang
kenapa? Pasti akan timbul pertanya kenapa tidak semua padahal kan hanya
kabupaten tetangga yang apabila di Sulawesi selatan sendiri sebagai tempat
tinggal dan tempat kelahiran saya, untuk menuju ke kabupaten sebelah hanya
perlu waktu sekitar 1 jam saja. Tetapi maaf disini beda, papua itu daerah yang
beda dari pulau jawa, sumatera Sulawesi, Kalimantan dan beberapa lagi. Di papua
sendiri untuk menuju kecamatan lain saja atau disini disebut distri perlu waktu
berjam-jam, hingga perlu waktu setengah hari. Naik kapal, naik pesawat, naik
speed, naik mobil. Apa lagi untuk ke kabupaten sebelah.
Kemungkinan juga bakal
timbul pertanyaan dibenak kalian para pembaca kenapa idul adha di kabupaten
sebelah? Jawabanya karena daerah ini merupakan mayoritas pemeluk katolik. Untuk
yang beragama islam sendiri bisa dihitung jari, 2 suster yang berama islam
sudah jalan lebih dulu ke bintuni jadi tinggal kami para guru yang berjumlah 5
orang. Alhamdulillah pada saat itu juga kami mendengar kontraktor yang
mengerjakan kantor distrik baru berencana akan ke fak-fak jadinya kami ikut.
Pengalaman saya lagi-lagi bertambah. Berkunjung ke fak-fak dengan mengendarai
mobil truk. Sungguh pengalaman yang sulit dilupakan. Bukan hanya itu, perjalan
kami yang dimulai magrib itu mendapat malam yang gelap ditengah hutan yang
masih asri dan belum terjamah. Dijalan kontraktor tersebut melihat seekor babi
sedang makan di tengah jalan, dengan sengaja sang kontraktor melaju dengan
kecepatan tinggi dan menabraknya. Lumayan katanya dapat 500 ribu dari hasil
jual babi hutan di fak-fak nanti. Guncangannya lumayan keras, membuatku
terbangun heran. Pada ssat itu memang saya tengah tertidur lelap karena memang
suda ngantuk. Saya bangun turun melihat dengan fikiran yang bertanya-tanya. Ada
apa? Apa yang terjadi? Kulihat seekor babi tergeletak dibelakang mobil. Wah
kita menabrak hewan? Kutanya salah seorang guru, katanya itu sengaja.
lhasil, penumpang yang
duduknya dibelakang harus berbagi tempat dengan seekor babi hutan besar.
Heheheh untung saja saya duduknya di depan jadi tidak masalah buat saya.
Sesampai di fak-fak
awalanya kami menginap di penginapan, namun karena salah seorang guru yang kami
temani memiliki kerabat pegawai bank di fak-fak jadinya kami menumpang di
kontrakannya. Selama di fak-fak dia menjadi tourgate kami, jalan-jalan
menikmati fak-fak yang Nampak indah di kelilingi oleh pantai indah dengan
keadaan hamper sama dengan pare-pare. Rumah-rumah berdiri diatas tebing-tebing
yang Nampak indah jika dilihat pada malam hari dengan lampu-lampu depan yang
menerangi hamper setiap rumah.
Berhubung karena dia
pegawai bank dan kebetulan lagi kami berkunjungnya pada akhir bulan, makanya
kami hanya bisa bertemu dengannya pada pagi hari sebelum ke kantor dan malam
hari setelah dia pulang kantor. Beberapa hari saya kami ditu, setiap siang sang
kakak yang tempatnya kami tempati menyempatkan diri untuk pulang kerumah
disiang hari sekedar untuk bertemu, istirahat sebentar dan makan siang. Awalnya
dia membawa lauk yang dibelinya diluar namun ketika samapi di rumah sudah
terhidangkan makanan jadi besoknya dia sudah tidak belanja lagi. Lagian juga
saya mengatakan untuk tidak usah beli diluar, biar saya saja yang masak mumpung
kami ada. Hehe itung-itung bisa makan bersama.
Menurutnya,
jarang-jarang dia makan dirumah, maklum sajalah laki-laki sibuk yang tinggal di
kontrakan tanpa wanita pasti akan lebih banyak makan diluar ketimbang di rumah
sendiri. Bagaimana tidak, memang siapa yang mau masak dengan kondisi seperti
itu? Sudah lelah akan pekerjaan dan pasti sudah tidak memiliki waktu untuk
memasak lagi.
Pada saat weekend, kami
diajaknya berlibur kesalah satu tempat wisata yang dimiliki oleh kabupatena
fak-fak. Pantai patawana namanya. Amazing, laut biru hijau yang juga masih
belum begitu terjamah karena berada di daerah yang jarang penduduk, hamparan
pasir putih dan daun-daun kering menambah aksen keindahan lokasi itu. Berbeda
dengan tempat lain yang dikotori oleh bungkus-bungkus makanan ringan yang
dibawah oleh pengunjung. Tempat ini beda, selama saya berada disitu hanya
daun-daun kering yang menjadi sampah. Mungkin samaph-sampah bungkusan juga ada
namun sepanjang tempat yang aku tempati belum menemukan sebungkuspun. Indah,
sungguh indah. Bertambah lagi tempat wisata yang belum semua orang tahu yang
kudatangi. Alhamdulillah, itu satu kelebihan saya ditempatkan di teluk bintuni
distrik fafurwar.
Di fak-fak juga saya
bertemu dengan teman seperjuangan lainnya yang berbeda lptk. Pertemuan kami
melalui akun social media. Saya dan kawan saya memposting foto-foto liburan
kami di fak-fak dengan beberapa hastag, sm3t, fak-fak, tahun, lokasi dan
lain-lain. Alhasil, salah seorang kawan sm3t yang berada di fak-fak menemukan
postingan kami dan mengomentari. Melihat hal itu, kami langsung meminta kontak
personnya agar lebih enak berkomunikasinya. Kutanyakan lokasinya dimana, biskah
kita bertemua. Dia menjawab, lokasinya tidak jauh dari tempat wisata tadi.
Kutanyakan hal itu kepada sang kakak, untung saja dia bersedia mengantarkan
kami. Pada sore hari kami berangkat ketempatnya dengan mengendai mobil. Dan
bertemulah kami dengan 2 orang pejuang lainnya dari lptk UNJ. Perkenalan kami
dan perbincangan berakhir ketika maghrib sudah akan masuk. Kami memilih untuk
pulang, berpamitan ramah dengan mereka dan pemilik rumah, tak terlupakan
mengabadikan moment yang jarang-jarang itu. Hehehe
Beberapa hari seusai
merayakan hari raya kurban di fak-fak, kami kembali ke tempat tugas yaitu
fafurwar kembali dengan mengendarai mobil truk. Kali ini kami kembali bukan
dengan seeokor hewan lagi. Hehehe melainkan dengan bahan makanan persedian
untuk beberapa bulan lagi kami di lokasi pengabdian serta beberapa bahan
bangunan yang dibeli oleh sang kontraktor dalam menyelesaikan tugasnya yaitu
membangun kantor distrik yang baru.
Ketika sudah kembali ke
fafurwar, saya sudah mulai tinggal bersama salah seorang guru yang tinggal
dikompleks sekolah. Satu-satunya guru pendatang disekolah itu dari sekian
banyak guru. Dia sama denganku, dia pendatang dari Sulawesi selatan tepatnya
dari toraja. Berhubung karena saya orang palopo jadi bahasa kami juga hamper
sama. Di rumah ini kami tinggal berempat, saya, ibu widi – guru sd yang saya
temani tinggal, suaminya – juga merupakan seorang guru smp dan seorang anaknya.
Setiap hari suami dari ibu widi berjalan kaki menuju tempat tugasnya sama
halnya yang saya lakukan dulu. Awalnya dia menaiki motor namun karena jembatan
ada yang membakar ntah alas an apa jadinya harus berjalan kaki dan menyeberangi
sungai yang lebar dengan bertumpu pada kayu-kayu besar sisa terbakar itu.
Sesekali jika hujan deras dan air disungai lagi banjir, saya melewati jalur
lain. Sebuah jembatan gantung yang luasnya tidak cukup 1 meter dengan panjang
kira-kira ± 30 m. namun pada jalur tersebut agak beda. Bukan beda apakah jalannya
tidak melewati lebah atau bagaimana. Melainkan tetap melewati lebah, lebih
pecek serta lebih jauh karena jalurnya yang memang memutar dengan melewati
salah satu kampong bernama mariyedi.
Begitulah kira-kira
perjalanan saya ketika menumpang di perumahan smp. Hiburan yang bisa didapatkan
disana hanya nyanyian syahdu burung-burung liar dengan berbagai jenis,
serangga-serangga, suara angina dan sesekali suara hewan peliharaan guru
tetangga.
Semenjak tinggal di
perumahan sd, taka da lagi kekhawatiran persediaan air tidak cukup seperti di
kawasan smp yang pada saat itu karena musim kemarau yang panjang yang
menghampiri membuat sumber air kering ditambah lagi adanya kebaran hutan pada
lokasi tersebut mengakibatkan selang-selang pengalir air dari sumber utama menuju
tempat pengambilan juga habis terbakar mengakibatkan harus mencari sumber air
yang lain yaitu dengan memasuki hutan. Benar-benar pengalaman yang takkan
pernah saya lupakan sebab hanya pada kegiatan pramuka saja saya masuk hutan dan
mencari air. Itupun ketika pelaksanaan hicking saja sebab untuk dilokasi
perkemahan sendiri air yang paling utama dibahas dan tak boleh terlalu jauh
darinya.
Perjalanan masuk
hutanpun mencari airpun tidak sedekat dan semudah yang saya fikir seperti
perkataan siswa-siswa yang juga menginap diasrama sekolah beberapa hari ini.
Tetap harus berjalan beberapa meter melewati pohon=pohon besar yang tumbang,
kali-kali yang sudah kering. ternyata airnyapun tidak begitu banyak, sebab
musim kemarau. Terlihat genangan air itu sudah tidak begitu banyak, dan ketika
itu lagi-lagi habis kami harus kembali lebih masuk kedalam hutan lagi untuk
mencari sumber air yang lain yang lebih banyak yang bisa cukup paling tidak
hingga kami kembali ke kota pada liburan semester ganjil nanti,
Untuk pengajaranku
disekolah sendiri masih sama, hanya mengajar 3 mata pelajaran pokok, namun
karena sesuatu hal saya meminta untuk mengajar sbk dan pjok sebab yang mengajar
bukan guru khuusus jadi saya meminta ijin agar saya saja yang mengajarkannya.
Setelah kembali dari
fak-fak bulan oktober lalu, ternyata kepala sekolah sudah kembali ke bintuni
dan sampai pada pelaksanaan ujian semester dia tak kunjung naik. Untuk hal-hal
urgen pjs menghubunginya melalui telepon seluler.
Selama satu semester
kami mengajar di lokasi, memang begitu banyak perbedaan dan kendala yang
ditemukan, kurangnnya buku paket, bahan ajar, media pembelajaran dan banyak
lagi. Bukan hanya itu saja, buku paket pegangan gurupun masi menggunakan buku
kurikulum 1994 yang notabenenya sudah banyak perubahan jika dibandingkan dengan
paling tidak buku kurikulum 2006. Oleh sebab itu, saya kerap menggunakan buku
siswa elektronik yang ada di hp.
Untuk mengisi daya
baterai hp dan beberapa perangkat alat elektronik lainnya saya mesti berjalan
±100 meter menuju perumahan puskesmas. Hamper setiap malam jenset di puskesma
dinyalakan jadi saya numpang pengisian daya disana.
Bukan hanya kendala
seperti itu yang saya dapatkan juga tetapi jawaban dari semua pertanyaanku
ketika prakondisi serta pembenaran dari semua fikiran burukku akan kondisi
dipapua itu bagaimana. Ternyata berbeda dari yang saya fikirkan. Bintuni salah
satu kabupaten di papua barat yang kecil pengidap malarianya. Lokasinyapun
ketika sudah lama terasa seperti dikampung sendiri situasinya. Bunyi jangkrik, burung-burung
dan bebrapa jenis hewan lainnya.
Sebenarnya masih ada
begitu banyak pengalamn yang telah saya alami, namun cukup sampai disini saja
yang saya paparkan kepada pembaca sekalian. Takutnya nanti kebanyakan, setebal
buku halaman dan para pembaca ketagihan membacanya. Heheheh ada baiknya kalau
pembaca sendiri yang mengalami pengalaman yang saya alami selama mengikuti
program sm3t di teluk bintuni tepatnya distrik fafurwar, agar pembaca bisa
melanjutkan potongan cerita dari cerita pengalaman yang saya buat ini. Salam
MBMI, dari pejuang di Distrik Fafurwar teluk Bintuni, Papua Barat, Kasma Sila,
S.Pd
Komentar
Posting Komentar