Waspadai Ancaman Flu Singapura
Liputan6.com, Yogyakarta: Flu
Singapura memang bukan penyakit
mematikan. Kendati begitu masyarakat
perlu waspada terhadap penyakit yang
akrab disebut dengan Hand Foot and
Mouth Disease (HFMD). Demikian
pernyataan pakar penyakit dalam
spesialis paru-paru Fakultas
Kedokteran UGM, Dr. Sumardi, SpPD,
KP menanggapi kasus hadirnya flu
Singapura yang melanda salah satu
daerah di Indonesia.
"Masyarakat tidak perlu panik pada flu
Singapura. Namun begitu, harus tetap
waspada khususnya pada mereka
yang mempunyai daya tahan tubuh
rendah seperti anak-anak dan balita,
khususnya yang menderita asma,
kelainan jantung, dan paru-paru,”
ujarnya di Yogyakarta, Jumat (10/2).
Penyakit yang ditimbulkan oleh virus
coxsacie A16 (CA 16) dan EV71 ini,
memiliki gejala awal menyerupai flu
pada umumnya seperti demam, sakit
tenggorokan, pilek. Namun, flu
Singapura disertai dengan munculnya
bintil-bintil berwarna merah berisi
cairan di telapak tangan, kaki, dan
mulut. Biasanya penularannya terjadi
ketika kontak langsung seperti saat
bicara, batuk, dan bersin.
Flu Singapura memiliki masa inkubasi
sekitar dua hingga empat hari. Penyakit
ini banyak menyerang anak-anak dan
balita dan jarang menyerang orang
dewasa karena memiliki kekebalan
tubuh yang lebih kuat. "Kalau dewasa
biasanya yang muncul hanya
sariawan,” katanya.
Ia melanjutkan penyakit ini bisa
memperberat penyakit bawaanya
(asma, jantung, paru-paru, ginjal) yang
akhirnya menyebabkan kematian.
Hingga saat ini tidak ada obat khusus
yang digunakan untuk virus flu
Singapura ini. Biasanya dokter akan
memberikan multivitamin untuk
menaikkan daya tahan tubuh seperti
yang biasa diberikan pada penderita
influenza, obat penurun panas untuk
mengatasi demam, dan salep untuk
bintil-binti di kulit.
Untuk mencegah flu Singapura ini, ia
menyarankan menggunakan penutup
muka/masker saat beraktivitas. Selain
itu, menjaga pola hidup yang sehat
dengan makan makanan bergizi juga
penting untuk meningkatkan daya
tahan tubuh. Kaitannya dengan
pemberian vaksinasi, dinilainya tak
efektif lantaran sifat virusnya yang
mudah berubah dan bermutasi.
(NatGeo/ADO)
Komentar
Posting Komentar